Monday, January 30, 2006

A Question about Pride and Identity

People said I am weird.
And yes, maybe I am weird.

I was always be passionate when people asked about either my hobbies or favourite things. When I was in Junior High School, i was proud to show my real identity as a Role Playing Game addicted. In addition, my parents occupied me with those gaming stuffs (hey, I can say they implicitly supported what i want!). But, i noticed some people's bad impressions and glimpses about the existence of Playstation, and indeed, about the gamers themselves. I received countless -so called- humiliation from my girl friends, as if i was too odd for not liking to spend couple of time going shopping, as if i was too strange for not keeping myself update to all fashions and such..

At least, people should know,
that i am trying not to be either a hypocrite or an inner liar

And then it happens until now. Instead of watching an 'elegant' and 'high-class' hollywood movies, i preferred to watch some beautifully in-depth anime series, which some people judged that they are really for kids consumption, and not for adult. I realized that minority can do nothing to overcome these situations, or else to change those silly stereotypes. Anime-fans cynically are seen to be the anti-socialists, exaggerated introverts or freaky daylight daydreamers. Somehow i keenly tried to understand.

Probably, probably there's something wrong with myself
Or maybe, maybe, the wrongdoing is actually yours

And now, it comes to music. I exclamate that i am really into J-Rock. J-Rock, and not Jazz or Bossanova, which people are proudly promoted that they are divinely high class music. Even some said that J-Rock is trashy, and senseless. People can only humiliate, people can just judge. They will never understand. I always try to appreciate your taste and your everything, but why, even to acknowledge that mine is exist, i find the very unwilling of you.

Then i keep asking, am I wrong to be like I am?
Then i keep asking, if that's not so, why you are always scolding at me?
Always, and always, and always.

Sunday, January 29, 2006

Finally, CNY Fireworks @ Esplanade

Yesterday, I was suddenly asked to watch new year Fireworks @ Esplanade. It was indeed quite a rush invitation, since i managed to sleep comfortly early that night. Honestly, I had never seen any Fireworks in Singapore *shameful on me*, then i decided to go. Thanks for the open invitation, Sis ^0^.

And here we are...



Girls @ Singapore River


Chaotic companion goes to Singapore River


With Sist' Nanis *Special thanks for the invitation!*


See? Singapore isn't as neat and clean as the way it should be XD


Finally exhausted, @ City Hall MRT

Thanks very much guys and girls. It was reallyyyy a precious moment to spend Chinese New Year Eve with all of you =)

Thursday, January 26, 2006



Battle Oath!

Abound by countless tempation,
Overwhelmed in infinite adversity,
Devastated by numerous difficulties,
Overflowed in tremendeous hardship,

But I tell you,
That I am not good at GIVING UP!!!!

World, Grab my oath and watch my combat
Justice will always prevail.

Thursday, January 19, 2006

DeathNote : Wishing I have it

Mood : Chaos

If only I could kill.. kill… and kill... and KILL!!

I was remaining in treachery, and saw a demon smiles warmly after me...

Sunday, January 15, 2006


~Aoyagi Ritsuka from Loveless~

I made this draft while yawning in boredom in AIESEC MC Election =P. Traditionally it was accidentaly created by a blue pen (at the back side of the candidates' manifesto papers), afterwards i editted its colour in a simple Photoshop process. Frankly, I know nothing about Ritsuka's fancy appearance. So his swift hair might be too short in my pic.

Just want to show my honest exclamation that i'm really into shota! And starting from today, i declare that i love that 'Loveless' series so much!!

Does Anybody intend to share anything about 'Loveless'?

P.S.
Shota is a genre which mostly highlite about the relationship between a younger age boy and an adult man. It is really a touchy, fancy, and sweet story indeed. If you find a so called shota-story more or less similar to Hentai/Yaoi, then undoubtly it is not Shota :).

Wednesday, January 11, 2006

~Memoirs For The Living~

Seorang anak laki-laki berumur sekitar 8 tahun baru saja keluar dari kelasnya. Sekolah telah usai, namun sore itu hujan turun cukup deras. Berpikir sebentar, ia bersandar di tembok kelas.

Sebuah mobil sedan berwarna hitam masuk ke gerbang sekolah. Derit ban mobilnya memercikkan air ke arahnya. Anak laki-laki itu menghindar. Salah seorang temannya masuk ke mobil dengan terburu-buru, tak mau terkena turunnya hujan yang deras. Di dalam mobil, terlihat kedua orang tuanya tersenyum. Anak laki-laki itu melihat dari kejauhan seraya menghela nafas.

Tak bergeming, ia tetap bersandar. Kali ini memperhatikan teman-temannya satu persatu meninggalkan sekolah. Beberapa dijemput dengan motor, dan diantaranya hanya berjalan memakai payung. Mereka tampak bersuka ria menyambut hujan. Seorang wanita –entah ibu atau pembantunya-, nampak memegang payung sambil membawakan tas anak-anak masing-masing.

Anak itu tetap merenung memandangi hujan. Berdiri mematung, hingga semua orang pulang. Sekarang sekolah nampak sepi, tak ada seorang pun kecuali dirinya dan suara hujan. Akhirnya anak itu menghela nafas panjang. Tak ada pilihan lain, pikirnya dalam hati. Ia harus pulang apapun yang terjadi.

Hari itu hujan cukup deras, namun tak mengurangi kegalauan hatinya. Ia berjalan lurus, masuk ke arah perumahan kumuh. Sepatunya yang nyaris tak berbentuk menjejak ke tanah berlumpur. Ia memegangi tasnya yang robek dengan hati-hati, takut kalau-kalau buku pelajarannya basah.

Langkahnya berhenti di depan sebuah rumah kecil beberapa petak. Halaman luarnya nampak tak terawat. Anak itu terdiam memandangi tempat itu. Hujan semakin deras, namun tetap tak terpikir olehnya untuk segera masuk ke rumah itu dan menghangatkan diri. Entah kenapa ia lalu menghitung jumlah kancing bajunya. ‘Masuk’, ‘tidak’, ‘masuk’, tidak’…. Dan akhirnya, pilihan jatuh ke ‘tidak’.

Hujan masih belum berhenti, dan ia tetap berjalan menjauhi pekarangan itu. Bajunya sudah benar-benar basah, tapi tampaknya ia tak peduli. Menyusuri jalan besar, ia melihat suatu fenomena aneh di pinggiran jalan. Tertarik, ia berhenti sebentar, sambil berjongkok mengamati.

Seekor kumbang besar telah mati. Tak berapa lama, beberapa ekor semut menggiringnya ke lubang. Mereka tampak kesusahan melawan genangan air hujan, namun toh akhirnya sosok kumbang itu pun hilang, masuk ke dalam lubang. Beberapa ekor semut sisanya ikut masuk ke sana. Selang beberapa detik pemandangan itu pun menghilang. Ia pun segera berdiri seraya melanjutkan langkahnya yang tak pasti.

Aku masih tidak mengerti….

Hujan tidak juga berhenti, namun kali ini sudah tidak terlalu deras. Masih dengan anak laki-laki tadi. Ia berjalan ke arah pertokoan di pinggiran jalan. Ia berjalan paling pelan diantara orang-orang sekitarnya yang berlarian menghindar hujan. Pikirannya menerawang ke kumbang tadi. Hampir saja ia menerobos lampu merah, kalau seorang gadis berseragam sekolah tak memperingatkannya.

Makhluk itu tadinya hidup, namun akhirnya pasti akan mati,

Anak itu berbelok ke arah gang-gang kumuh. Bermaksud menghindari hujan. Kali ini jari-jarinya sudah mengkerut. Badannya sudah menggigil. Kepalanya juga sudah mulai pusing. Namun tiba-tiba saja ia menghentikan langkahnya di mulut gang. Sesuatu yang mengerikan terjadi disana.

Semua, yang hidup di dunia yang sempit ini berdesak-desakan mencari kehidupan.

Beberapa laki-laki bertubuh besar nampak memegang senjata tajam dan mengeroyok seorang yang lebih kecil. Orang itu merintih meminta maaf, namun rintihannya itu segera berhenti sesaat setelah salah seorang yang paling menyeramkan menusukkan senjatanya –entahlah, anak itu tidak bisa melihat dengan jelas-.

Hidup diatur oleh kekuasaan. Semua saling menyeleksi dan bertahan hidup.

Dengan perasaan takut yang membelenggu, ia lari sekuat tenaga menghindari tempat itu. Hujan masih turun dengan anggunnya, meninggalkan percikan-percikan kecil yang agung.

Kalau tidak hati-hati, maka selanjutnya adalah giliranmu!


Hari sudah semakin sore, namun pelangi belum juga muncul. Anak laki-laki itu berhenti sebentar di depan sebuah restoran. Lagi-lagi ia menghitung kancingnya -entah untuk tujuan apa-. ‘Pulang’, ‘Tidak’ ‘Pulang’ ‘Tidak’ …. Namun akhirnya pilihan jatuh ke ‘pulang’, dan ia terlihat sangat gugup. Ia berusaha menguasai dirinya. Dipeluknya tasnya yang basah seraya menghela nafas panjang.

Hidup terus mengawasi, dan diawasi…

Untuk yang kesekian kalinya dalam sehari itu, ia memasuki pekarangan kumuh yang tadi ia tinggalkan. Entah untuk yang ke berapa kali ia berusaha menghindar tempat tersebut. Ia mencoba. Ia berusaha. Namun ternyata tak bisa. Itulah tempatnya untuk pulang.

Ada yang memperoleh hidupnya dengan mudah….

Hujan hampir berhenti, namun angin bertiup lebh kencang dari biasanya. Ia berhenti sebentar melawan angin. Daun-daun pepohonan di sekitarnya berjatuhan hebat. Ada diantaranya yang sudah benar-benar coklat, tapi ada pula yang masih hijau, namun ada pula yang masih menempel di pepohonan. Tetap bertahan, entah untuk berapa lama..

Ada pula yang menjalani hidupnya dengan penuh derita

Anak itu berjalan sebentar. Sampailah ia ke sebuah rumah petak paling kecil diantara sekitarnya. Anak laki-laki itu memberanikan diri mengetuk pintu.

Untuk apa manusia hidup, kalau pada akhirnya akan mati juga?

Tak berapa lama, seorang pria besar membuka pintu dengan kasar. Tangannya memegang sebuah botol minuman dengan bau tidak enak. Sorot matanya benar-benar tidak ramah. Anak laki-laki itu terkejut sekali. Reflek, ia mundur, berusaha untuk lari. Ia tak pernah merasa setakut ini sebelumnya. Apakah mungkin in karena ia pulang terlalu larut, hingga membuat ayahnya marah?

Aku tetap tidak mengerti

Secepat kilat, pria itu mencengkram tangannya, kemudian menyeret dan melemparnya masuk ke dalam rumah. Wajah pria itu tak berekspresi, namun matanya menyiratkan tatapan benci. Ia lalu menenggak minumannya lagi, sebelum akhirnya memukulkan botol itu ke tembok. Membuat dasarnya pecah.

Seharusnya anak itu tahu, mungkin terakhir itulah ia bisa melihat hujan. Sayang, ia tak sempat –dan tak akan bisa lagi- melihat pelangi.

Dan pintu rumah pun tertutup.

Tuhan, kalau masih ada

Dengarkanlah aku

Dengarlah tangisanku

Jadikanlah aku malaikat yang tak berdosa

Berikanlah aku kebahagiaan



****

Hari itu tidak hujan. Namun tidak pula terang, Seorang anak laki-laki berdiri mematung di sebuah bukit. Tanpa berkata sepatah katapun ia merenung. Merasakan angin yang berhembus. Memandang takjub pada daun-daun –baik hijau maupun coklat- yang berguguran memenuhi tanah bukit. Ia merasa aneh.

Sembari berjongkok, ia membersihkan seonggok nisan yang tertutup daun. Disentuhnya perlahan marmer itu. Marmer buram yang bertuliskan namanya sendiri. Ia lalu tersenyum dan memejamkan matanya. Berusaha membalik masa lalu dalam ingatannya. Ia berusaha. Namun sepertinya hatinya menolak.

Hari itu hujan tidak turun, namun perasaannya seperti baru saja melihat pelangi. Ia bangkit dan berdiri. Berbalik melangkah ke atas bukit. Perlahan, ia berlari, mengejar beberapa sosok yang tak asing di atas sana. Sosok teman-teman sebaya yang dulu rasanya pernah ia kenal. Mereka balas tersenyum.

Dahulu, pikirnya, sosok anak-anak itu sangat menyedihkan. Ia kerap melihat mereka d televisi. Dengan baju compang-camping dan makanan seadanya, mereka kerap kali menjadi objek berita di tempat-tempat rawan konflik.

Sekarang aku mengerti, Ya Tuhan…

Namun sekarang mereka berbeda. Wajah mereka nampak bersinar, dengan sayap bagaikan salju yang muncul dari balik punggung mereka. Anak itu tersenyum seraya berjalan ke arah mereka. Mungkin, senyum yang pertama selama beberapa tahun terakhir ini.

Terima kasih
****
Note :
A very old so-called short story. Seemed like another unfinished melancholy prose. Nothing much to say, i just want to flood up my very own blog XD.

Saturday, January 07, 2006


Lullaby of Silvery Night

Good night, My Girl
Even the starry night will sing a lullaby
And the night breeze will praise your innocence
Ease your misery, forget your angst

Good night, My Dear
Do not drop those tears anymore
No need to shudder all over the times
Coz I am here being your shield

Good night, My Princess
No matter what in heaven or hell
No matter what in joy or grief
I will become a part of your wounded wings

Good Night, Sleep tight
Tomorrow will bring a light of hope
No need to lament and cry for the future
Even if you lost everything already
You still have me beside you

Good night, My Dear
Sleep tight, My Princess

Note :
An opening phase of my new so-called 'novel'

Tuesday, January 03, 2006


I am Awaken in The New World…

These feelings of impatience, I cannot tolerate it any longer. The strange disorder between anxieties against nervousness keeps breaking my sanity. As the secret currents of the river of time passes by, it goes the same way in my path of life which still stunning in mysterious secrecy. Will I be able to face the whole blissful or solitude life on the upcoming year?

‘If only I could get just one more chance’

I want to cry and cry on, trembling in teary eyes, unable to gaze at the unforeseen future. Even though those chaotic regrets are still pushing me to stop, it seems to be the hardest way to do. In the midst of it all, I am just a girl, speechless and shivering, hoping a better year will draw closer. Will I have the future? Or will the future have me?

‘Should I surrender in this endless emptiness?’

But I cannot turn back. Yet I am powerless and defenseless against those cruelties of fate, I should keep standing and begin to walk, once again. I have nothing, except my stubbornness. Withstanding the hectic currents, I extend both of my hand towards the cerulean blue sky. I am aiming for strength, I want to become stronger. Will I reach that cape of happiness?

‘I will start walking again this time, and I won’t give up!’

Maybe I don’t wholefully believe in love. But this time, I know nothing except the fountains of love that I was born in. In this uncertain New Year, I am aroused with no more hesitation. Those straightforward smiles from those people I love, leads my steps to a better lovely life. Dawn is breaking, and I finally found that hidden strength. My sincerest gratitude for Him, and secondly, for thou who intentionally (or unintentionally) cross your path along with me. I'll believe in the love that's in my heart forever, and ever. Until my dreams come true.

'I will do what I want to do; it’s okay with the world.'